Selasa, 20 November 2012

Resensi Buku Negara Demokrasi Konstitusional Praktik dan Pengalaman di 21 Negara



Oleh: Alit Amarta Adi.
dimuat di majalah Konstitusi September 2012.
  
Kesan pertama yang dapat ditangkap dari buku ini adalah terobosan baru. Terobosan baru di bidang hukum tata negara yang disarikan dari praktik empirik pelaksanaan demokrasi konstitusional di 21 negara. Desain sampul yang luks dengan logo dan gambar gedung Mahkamah Konstitusi R.I, gambar 21 bendera negara yang ditata dengan apik; ditambah fakta bahwa buku ini disusun oleh Tim dari MKRI semakin menumbuhkan harapan bahwa buku ini membawa pemutakhiran teori ketatanegaraan melalui penyari patian praktik-praktik di beberapa negara menjadi suatu teori baru.
Pada Bab Pendahuluan, digambarkan dengan sangat runtut tentang kaitan demokrasi, nomokrasi, check and balances, kepentingan publik dan tujuan negara kesejahteraan. Masing-masing dikupas dengan rinci. Misalnya, tidak hanya dipaparkan mengenai sisi positif demokrasi namun juga tentang kelemahan-kelemahannya. Kemudian juga soal kesenjangan kaitan antara demokrasi dengan kesejahteraan umum. Pemaparan dalam Bab Pendahuluan ini diikuti dengan referensi-referensi pendukung seperti pendapat para pakar yang terangkum dalam kepustakaan. Singkatnya, keilmiahan tampak semakin menguat dalam pembahasan Bab Pendahuluan ini.
Memasuki Bab I tentang Mekanisme Saling Mengawasi dan Mengimbangi Antar Lembaga Negara (Checks and Balances) mulai terjadi perubahan gaya penulisan. Di Bab ini tidak lagi ditemukan referensi pendapat ahli untuk mendukung pernyataan yang dimuat. Selain itu, sub-bab Studi Kasus ternyata tidak memuat pengalaman-pengalaman seperti halnya kasus Marbury v Madison tetapi hanya mendeskripsikan kerangka umum tugas dan kewenangan lembaga pengawal konstitusi di beberapa negara. Dalam studi kasus tersebut, Kolombia, Timor Leste, Azerbaijan, Meksiko, Tajikistan, Malaysia dan Turki dipilih sebagai contoh. Walaupun demikian, tidak dijelaskan alasan pemilihan negara-negara tersebut. Lebih lanjut, kriteria-kriteria yang dipakai sebagai pisau analisis untuk membandingkan negara-negara tersebut juga tidak jelas.
Bab II memuat tentang Demokratisasi Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Setelah pemaparan pengantar singkat tentang proses pembentukan peraturan perundang-undangan, pembahasan langsung menuju pada praktik proses pembentukan perundang-undangan di beberapa negara. Pada bab ini, Timor Leste, Indonesia, Lithuania, Filipina, Maroko, dan Thailand dipilih sebagai bahan kajian. Seperti halnya pada Bab I, alasan pemilihan dan kriteria-kriteria pembanding juga tidak jelas. Selain itu, terjadi kesenjangan pemaparan. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan Timor Leste, Indonesia, Lithuania dan Thailand dijelaskan dengan cukup baik namun tidak demikian halnya dengan Filipina dan Maroko yang hanya dijelaskan dengan masing-masing satu paragraf.
Pada Bab III tentang Peran Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenisnya dalam Memperkuat Prinsip-Prinsip Demokrasi, masih ditemukan pendapat Huntington dan Mahfud MD sebagai referensi pendukung. Namun timbul pertanyaan mengapa referensi tersebut tidak tercantum pada daftar pustaka. Pada kutipan pendapat Mahfud MD tertera tahun 2008 sedangkan dalam daftar pustaka dimuat referensi tahun 2007. Dalam bab ini, diambil tiga belas negara sebagai bahan pembahasan, yaitu Kazakhstan, Mongolia, Kolombia, Jerman, Indonesia, Korea, Lithuania, Chili, Spanyol, Uzbekistan, Thailand, Austria dan Ukraina. Kembali alasan pemilihan dan kriteria-kriteria pembanding tidak dijelaskan.
Di Bab IV mengenai Negara Demokrasi Konstitusional: Praktik di Beberapa Negara, ketidak konsistenan penulisan referensi terulang lagi. Pada awal bab dikutip referensi Miriam Budihardjo dengan tahun 2008 sedangkan pada daftar pustaka tercantum tahun 1998. Pada bab terakhir ini dipaparkan pengalaman dua puluh satu negara dalam mengawal konstitusi dan demokrasi. Masih sama dengan bab-bab sebelumnya, tidak dijelaskan alasan pemilihan dan kriteria-kriteria pembanding yang digunakan.
Dilema
            Disatu sisi, buku ini begitu menjanjikan baik dari kesan pertama yang dipancarkan maupun pemaparan ilmiah yang ditampilkan dalam Bab Pendahuluan. Disisi lain, begitu memasuki bab-bab selanjutnya timbul kebingungan. Apakah buku ini dimaksudkan sebagai buku referensi ilmiah/ akademis atau sebagai buku layanan masyarakat yang lebih bersifat populer? Jika dimaksudkan untuk tujuan pertama, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan. Pertama, bobot ilmiah yang demikian mengagumkan pada Bab Pendahuluan tidak diikuti pada bab-bab selanjutnya. Kedua, selain fakta bahwa negara-negara yang dibahas adalah peserta Seminar Internasional Negara Demokrasi Konstitusional, tidak ada alasan lain dalam pemilihan negara-negara tersebut. Selain itu, kriteria-kriteria pembanding yang seharusnya dipakai sebagai pisau analisis tidak tampak. Hal tersebut terlihat dari kesenjangan pembahasan diantara negara-negara yang dijadikan perbandingan. Suatu negara dijelaskan panjang lebar namun negara lainnya dijelaskan secara singkat. Akibatnya, buku ini lebih terlihat sebagai kompilasi dan bukannya perbandingan (komparasi). Ketiga, terjadi pengulangan-pengulangan baik kalimat maupun paragraf. Misalnya, halaman 4 baris 18-22 diulang pada halaman 5 baris 20-23; halaman 4 baris 24-26 sampai halaman 5 baris 5 diulang pada halaman 7 baris 2-14. Demikian juga dengan muatan Bab 4 yang sebagian besar adalah penulisan ulang yang sama persis dengan beberapa bagian Bab I dan bab III. Keempat, kesalahan teknis penulisan seperti yang dapat ditemukan pada halaman 2 baris 7 “mlakukan” dan hilangnya titik diantara dua kalimat pada halaman 3 baris 24-25 terasa mengurangi kenikmatan membaca buku ini. Kesalahan teknis tersebut juga terjadi di halaman 14, 27, 29, 35, 38, 42, 70, 78 dan 92. Tidak lupa pada halaman 56 baris 9 pada frasa “Izinkanlah saya menjelaskan...” yang terkesan seperti narasi yang lolos dari pengeditan. Patut disayangkan, buku ini terkesan seperti memindahkan isi proseding seminar daripada sebuah hasil riset yang seksama.
            Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada, buku “Negara Demokrasi Konstitusional Praktik dan Pengalaman di 21 Negara” ini tidak terlalu sulit untuk dipahami pembaca, baik penikmat buku ketatanegaraan tingkat pemula, siswa sekolah, guru, mahasiswa tahun pertama ataupun masyarakat awam. Setiap sub-bab disajikan secara lugas dan tidak bertele-tele. Dengan balutan sampul yang luks dan desain yang apik tentunya buku ini dapat menjadi sarana edukasi yang populer untuk mendukung penyebaran ide konstitusionalisme. Selain itu, buku ini juga dapat menjadi sarana layanan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Mahkamah Konstitusi, jaminan perlindungan hak-hak warga negara dan negara hukum. Akhirnya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, buku ini telah menjadi pengaya bagi khazanah kepustakaan dibidang ketatanegaraan.


Judul  Buku                    : Negara Demokrasi Konstitusional Praktik dan Pengalaman di 21
                                        Negara.
Penanggung Jawab         : Noor Sidharta.
Penerbit                         : Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Cetakan                         : Pertama, April 2012.
Tebal                              :xxxv + 104 hlm; 15 x 21 cm.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar