Selasa, 20 November 2012

BUMN dan Partai "Chupacabra"



Oleh: Alit Amarta Adi.

Chupacabra adalah binatang liar yang kerap menyerang dan menghisap darah ternak dalam cerita desas desus di Puerto Rico. Faktanya menurut ahli Biologi Barry O’Connor, Chupacabra hanyalah anjing liar yang terinfeksi kudis parah dan memangsa ternak untuk bertahan hidup. Cerita soal Chupacabra itu mengingatkan kita pada berita Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dijadikan sapi perah oleh oknum partai politik. Berita tersebut menghangat setelah Menteri BUMN Dahlan Iskan melarang seluruh Direksi BUMN untuk menolak permintaan “upeti” dari pihak manapun, termasuk partai politik. Larangan Dahlan tersebut adalah tindak lanjut dari Surat Edaran Sekretariat Kabinet Nomor 542 tanggal 28 September 2012.
Kisruh soal BUMN yang dijadikan sapi perah oleh oknum-oknum tertentu sebenarnya bukan cerita baru. Revrisond Baswir dalam tulisannya yang berjudul “Ekonomi Kerakyatan: Ekonomi Rakyat dan Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Nasional” mencatat bahwa pengelolaan BUMN selama ini (sejak masa Orde Baru) didominasi oleh pejabat pemerintah pusat. Dominasi para pejabat pemerintah ini tidak hanya berakibat pada buruknya kualitas pelayanan BUMN, tetapi terutama berdampak pada berubah (nya) BUMN menjadi objek sapi perah para penguasa. Lebih lanjut menurut Revrisond, dengan latar belakang seperti itu, alih-alih tumbuh menjadi badan usaha meringankan beban keuangan negara, BUMN justru hadir sebagai badan usaha yang menggerogoti keuangan negara.
Cita-cita menyehatkan BUMN sesungguhnya telah diamanatkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1999. Dalam Bab IV Arah Kebijakan Ekonomi poin 12 tertulis “Menata Badan Usaha Milik Negara secara efisien, transparan, dan profesional terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang bergerak dalam penyediaan fasilitas publik, industri pertahanan dan keamanan, pengelolaan aset strategis, dan kegiatan usaha lainnya yang tidak dilakukan oleh swasta dan koperasi”. Ringkasnya, ada tugas untuk membuat BUMN efisien, transparan dan profesional. Pengeluaran uang atau “upeti” adalah ongkos yang tidak perlu dan membuat BUMN menjadi tidak efisien. Mengutip Ayub & Hegstad, Mahmud Thoha dalam tulisan “Privatisasi di Inggris: Beberapa Pelajaran Bagi Negara-Negara Sedang Berkembang” menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan BUMN tidak efisien adalah campur tangan politik. Campur tangan politik dicontohkan dalam penunjukan staf senior berdasarkan faktor politis dan bukannya karena pengalaman. Walaupun begitu, campur tangan politik juga bisa berwujud permintaan “upeti” oleh partai politik sebagai pengisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

BUMN Untuk Kesejahteraan Rakyat
Dalam bagian “Menimbang” huruf b UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN disebutkan bahwa BUMN berperan penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut adalah pelaksanaan dari Pasal 33 UUD 1945 dimana negara melalui BUMN menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak (kepentingan masyarakat). Penguasaan tersebut dilakukan demi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 tersebut sejatinya menjabarkan salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum adalah kesejahteraan rakyat banyak dan bukannya segelintir orang atau pengurus partai.
Lebih lanjut soal peran BUMN, Revrisond menyatakan bahwa “melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa”. Selain menjaga agar tampuk produksi yang penting tidak jatuh ketangan perorangan, penting pula menjaga supaya kekayaan BUMN tidak bocor ketangan kelompok tertentu.

BUMN Bukan Sapi Perah Partai
Dalam penelitian Maja Tjernstrom & Anna Katz, sampai tahun 2003 setidaknya di Albania, Andorra, Bosnia Herzegovina, Georgia, Jerman, Lithuania, Moldova, Niger, Rumania dan Rusia, partai politik dilarang menerima sumbangan dari perusahaan milik negara (BUMN). Sebagai perbandingan, Marcin Walecki dalam tulisannya “Money and Politics in Central and Eastern Europe” menyebutkan bahwa banyak negara di eropa tengah dan eropa timur yang melarang perusahaan yang sahamnya dimiliki negara untuk menyumbang partai politik. Selain itu, Karl-Heinz Nassmacher dalam “Party Funding in Continental Western Europe” mencatat bahwa Spanyol melarang pemberian sumbangan dari BUMN untuk partai. Selain itu, sejak 1995 di Prancis, partai politik dilarang menerima dana dari perusahaan-perusahaan sektor publik (BUMN).
Di Indonesia, berdasarkan Pasal 40 ayat (3) d UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik diatur bahwa Partai Politik dilarang : meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya. Lebih lanjut dalam Pasal 48 ayat (5) ditentukan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda dua kali lipat jumlah dana yang diterima bagi pengurus partai yang melanggar.
Terlepas dari lemahnya sanksi bagi oknum partai pemeras BUMN dan harus adanya pembuktian, sesungguhnya permintaan “upeti” dari BUMN untuk partai adalah tindakan kriminal. BUMN seharusnya menjadi alat menyejahterakan rakyat dan bukannya untuk memakmurkan partai. Jadi mari kita selamatkan BUMN dari hisapan partai “Chupacabra”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar