Selasa, 20 November 2012

Blokade Laut Membawa Maut



Oleh: Alit Amarta Adi.
dimuat di Harian Analisa Medan 7 Juli 2011
Rencana Armada Freedom Flotilla 2 untuk menerobos blokade Israel di perairan Gaza kembali menyita perhatian publik. Beragam reaksi bermunculan menanggapi rencana tersebut. Di satu sisi, sebagian pihak mendukung aksi untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan tersebut. Di sisi lain, Israel jelas-jelas tidak senang. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu telah memerintahkan armada blokade Israel mencegah kapal apapun mencapai pantai Gaza. Aksi horor yang menimpa kapal Mavi Marmara pada akhir Mei 2010 lalu kembali membayangi.
Blokade adalah tindakan usaha mengepung wilayah tertentu untuk memutus pasokan barang dan komunikasi. Blokade dapat digunakan baik didarat maupun dilaut. Sejak jaman kuno blokade laut sudah digunakan dalam perang. Blokade tertua terjadi sekitar tahun 458-457 sebelum Masehi pada perang Peloponnesia pertama. Sejak itu blokade menjadi salah satu strategi pertempuran di laut. Seiring dengan perkembangan jaman, blokade laut diatur dengan hukum internasional. Aturan-aturan hukum tersebut antara lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1945 dan Manual San Remo 1994 (San Remo Manual on International Law Applicable to Armed Conflicts at Sea).

Blokade Laut dalam Hukum Internasional
Berdasarkan hukum internasional, blokade laut tidak boleh sembarangan dilakukan. Piagam PBB 1945 tidak banyak mengatur tentang blokade laut. Dalam Pasal 42, blokade laut boleh digunakan sebagai salah satu cara memulihkan dan menjaga perdamaian serta kemanan internasional. Cara tersebut hanya boleh dilakukan oleh anggota PBB setelah mendapat pertimbangan Dewan Keamanan. Selain itu, blokade laut baru boleh dilakukan jika campur tangan PBB menyangkut ekonomi, pos dan telekomunikasi serta diplomatik tidak berhasil. Sejak tahun 2005, perairan Gaza dikuasai efektif oleh angkatan laut Israel. Sejak itu pula perlahan blokade laut mulai dilakukan. Ditinjau dari Pasal 42 Piagam PBB, blokade laut yang dilakukan Israel terhadap Gaza tidak memenuhi syarat.
Aturan terbaru mengenai blokade laut adalah Manual San Remo 1994. Ada empat prinsip utama yang harus ditaati dalam melakukan blokade laut. Pertama, blokade laut harus diumumkan dan diberitahukan tertulis kepada semua pihak lawan dan pihak netral. Pemberitahuan tersebut wajib merinci durasi, lokasi, lingkup blokade dan batas waktu bagi kapal-kapal netral meninggalkan perairan yang diblokade. Dengan demikian maka korban dipihak netral dapat dihindari. Kedua, blokade laut tidak boleh menghalangi akses ke pelabuhan dan pantai pihak netral. Bagaimanapun juga perang tidak boleh mengganggu kepentingan negara-negara netral. Ketiga, asas non diskriminasi. Artinya, blokade laut berlaku bagi semua kapal dari semua negara. Dengan kata lain tidak boleh diberlakukan terhadap negara tertentu. Keempat, tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan. Blokade laut yang bertujuan membuat warga sipil kelaparan, menangkal suplai kebutuhan hidup yang vital adalah blokade terlarang. Jika warga sipil diwilayah blokade kekurangan makanan dan bahan pokok maka akses penyaluran bahan makanan dan kebutuhan pokok harus diberikan. Selanjutnya, organisasi kemanusiaan harus diberikan akses untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan. Selain itu, harus penyaluran bantuan obat-obatan juga tidak boleh dihalangi.
Tiga prinsip pertama blokade laut menurut Manual San Remo bukan masalah bagi Israel. Batu sandungan ada pada prinsip keempat. Semenjak blokade dari darat dan laut digelar Israel, wilayah Gaza menjadi terisolasi. Suplai barang hanya bisa dilakukan dari gerbang-gerbang perbatasan Israel dan Mesir. Warga sipil kesulitan memperoleh bahan makanan dan kebutuhan pokok lain untuk bertahan hidup. Walaupun demikian, Israel bersikeras mempertahankan blokade dengan alasan memotong suplai senjata dan amunisi untuk Hamas. Jika demikian, mengapa Tel Aviv ngotot akan menghadang armada Freedom Flotilla 2? Bukankah armada tersebut membawa bantuan makanan dan obat-obatan? Bukankah sesuai dengan Pasal 103-104 Manual San Remo mereka harus diberi jalan?

Skenario Terburuk: Jika Paranoia Israel Ternyata Benar
Apa yang ditakutkan Israel dari armada Freedom Flotilla 2 sehingga mereka begitu paranoid? Bukankah armada Freedom Flotilla 2  hanyalah kapal-kapal sipil? Apakah Israel kuatir mereka menyelundupkan senjata dan amunisi untuk Hamas? Jika memang begitu, bukankah Israel bisa menghentikan armada tersebut, menahan dan memeriksanya? Jika dalam praktiknya kapal-kapal tersebut menolak peringatan dan berusaha menerobos blokade, bukankah Pasal 98 Manual San Remo mengijinkan Israel menyerang? Jika skenario terburuk tersebut benar-benar terjadi, akankah armada kapal perang Israel kalah dengan armada kapal pengangkut bantuan? Intinya, armada Freedom Flotilla 2 bukan ancaman militer yang perlu ditakutkan oleh Israel.
Berdasarkan Pasal 67 Manual San Remo, Israel berhak menghentikan dan memeriksa kapal berbendera negara netral yang dicurigai membawa barang selundupan, membantu intelijen musuh, memuat alat-alat militer untuk musuh. Kapal yang membantu kapal perang musuh, berlayar bersama konvoi armada musuh, berusaha menerobos blokade tanpa menghiraukan peringatan untuk berhenti dan berusaha menghindari pemeriksaan boleh diserang.
Insiden horor terhadap kapal Mavi Marmara dari armada Freedom Flotilla 1 telah mencoreng reputasi Israel. Selain itu, Israel juga kehilangan Turki sebagai sekutu penting. Dua hal tersebut adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar. Pepatah mengatakan bahwa keledai tidak terperosok dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Semoga para petinggi partai Likud yang sedang berkuasa cukup bijak untuk tidak mengulangi kesalahan fatal yang sama untuk kedua kalinya. Semoga karut-marut blokade laut Israel tidak kembali membawa maut.

1 komentar: