Oleh: Alit Amarta Adi.
dimuat di harian Banjarmasin Post 28 Mei 2011
Pencabutan paspor Nunun Nurbaeti oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia patut diacungi jempol. Tersangka kasus dugaan suap
pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia tersebut kini sedang buron. Diduga,
Nunun sedang bersembunyi di Singapura. Negara kecil di selat Malaka tersebut
memang tidak mempunyai kerja sama ekstradisi dengan Indonesia. Hal itulah yang
membuat Singapura menjadi tujuan pelarian para kriminal kelas kakap dari negeri
kita. Seakan-akan tempat tersebut telah menjadi bunker bagi buronan kerah
putih.
Memburu Buronan diluar Negeri
Dalam praktiknya, ada beberapa cara untuk menangkap
tersangka atau pelaku kejahatan yang lari keluar negeri. Pertama, dengan penculikan. Cara ini memiliki tingkat kesulitan,
kerumitan dan risiko yang sangat tinggi. Selain itu, operasi penculikan di
wilayah negara asing jelas melanggar kedaulatan dan hukum internasional.
Kegagalan otomatis merusak hubungan diplomatik dengan negara tersebut dan
mengundang kecaman dunia internasional. Personil yang tertangkap akan dijatuhi
hukuman berat oleh negara setempat. Bagi Indonesia, cara ini bukan pilihan
logis.
Kedua,
dengan ekstradisi. Istilah ‘ekstradisi’ berasal dari bahasa latin ‘extradere’ yang terdiri dari kata ‘ex’ yang berarti ‘keluar’ dan kata ‘tradere’ yang bermakna ‘memberikan’/
‘menyerahkan’. Dalam Black’s Law
Dictionary disebutkan bahwa; ekstradisi adalah penyerahan secara resmi
seorang tersangka kriminal oleh suatu negara kepada negara lain yang berwenang
mengadili. Ada empat hal yang menjadi dasar permintaan ekstradisi oleh suatu
negara, antara lain; perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi (baik
bilateral maupun multi lateral), perluasan konvensi internasional (Konvensi
Pemberantasan Perdagangan Wanita dan Anak-Anak 1921, Konvensi Pemberantasan
Pemalsuan Uang 1929), dan tata krama internasional. Perundang-undangan nasional
dibatasi oleh yurisdiksi, artinya tidak mengikat negara asing untuk menyerahkan
pelaku kejahatan. Tata krama internasional pun hanya mengikat sebagai ‘moral
internasional’ dan tidak mengikat secara hukum. Perluasan konvensi
internasional hanya berlaku untuk bidang tertentu dan pada negara-negara yang
menandatanganinya. Jadi diantara keempat dasar ekstradisi, perjanjian ekstradisi
lah yang paling kuat daya ikatnya. Dengan kata lain, tanpa adanya perjanjian
ekstradisi, maka negara tempat buronan bersembunyi tidak wajib menyerahkannya
pada negara yang sedang mencarinya. Hal inilah yang sedang terjadi diantara
Indonesia dan Singapura. Jadi, Singapura tidak terikat kewajiban menyerahkan
pelarian kriminal dari Indonesia.
Ketiga,
dengan pencabutan atau penarikan paspor. Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan
oleh suatu negara kepada warga negaranya untuk melakukan perjalanan keluar
negeri. Dokumen tersebut berlaku untuk jangka waktu tertentu. Di Amerika
Serikat, penarikan paspor (passport
revocation) dilakukan jika perolehannya tidak sah (tipuan, suap, pemalsuan,
dsb); kesalahan dalam pengeluaran paspor; dan naturalisasi kewarganegaraan yang
dibatalkan oleh pengadilan federal. Dalam kasus Nunun, berdasarkan Pasal 31
ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, menteri atau pejabat
imigrasi yang ditunjuk berwenang melakukan penarikan atau pencabutan paspor.
Lebih lanjut dalam ayat (3) diatur bahwa penarikan tersebut didasarkan tindak
pidana atau pelanggaran peraturan perundang-undangan atau karena pemegangnya
masuk daftar pencegahan (daftar cekal). Dalam penjelasan Pasal 31 disebutkan
bahwa ketentuan tersebut juga berlaku bagi orang yang disangka, baik yang
sedang berada didalam maupun diluar negeri.
Deportasi
Black’s Law
Dictionary mengartikan deportasi sebagai “suatu tindakan
memindahkan seseorang ke negara lain”, misalnya pada pengusiran orang asing
dari suatu negara. Salah satu sebab pengusiran/ deportasi adalah pelanggaran
keimigrasian. Menyangkut kasus Nunun, pencabutan atau penarikan membuat paspor
menjadi tidak berlaku. Dengan begitu, Nunun tidak bisa sembarangan pergi dari
Singapura.
Berdasarkan Pasal 8 ayat 3 huruf ‘m’ Undang-Undang
Imigrasi Singapura; setiap orang yang tidak dapat menunjukkan dokumen
perjalanan yang sah (diantaranya paspor) digolongkan sebagai imigran terlarang.
Kemudian dalam Pasal 15 ayat 1 diatur bahwa seseorang yang termasuk imigran
gelap tidak boleh tetap berada di wilayah Singapura. Selanjutnya, menurut Pasal
32 ayat 1 dan Pasal 35, setiap orang yang terbukti sebagai pendatang gelap akan
dipindahkan (diusir) dari Singapura. Aparat Singapura berwenang menahan orang
yang diduga sebagai pelanggar undang-undang Imigrasi sebelum akhirnya
mengusirnya (mendeportasinya).
Undang-undang Imigrasi Singapura termasuk aturan hukum
yang sangat ketat mengatur prosedur keluar-masuk dan soal ijin tinggal. Sangat
sulit untuk mengakali hukum imigrasi disana, bahkan jika Nunun memutuskan
bersembunyi sebagai pendatang ilegal sekalipun. Kepolisian dan aparat imigrasi
setempat akan memburunya. Belum lagi jika pemerintah Indonesia akhirnya meminta
bantuan Interpol, Nunun akan semakin terjepit.
Penarikan paspor adalah terobosan penting dalam
menangkap kriminal yang lari ke negara-negara tanpa perjanjian ekstradisi
dengan Indonesia. Kedepan, para pelarian dari Indonesia tidak akan dengan
nyaman bersembunyi di Singapura. Perlahan tapi pasti bunker buronan tersebut
mulai dibongkar. Akhirnya, walaupun tanpa perjanjian ekstradisi, mekanisme
deportasi pun jadi.
How to play a coin casino with Bitcoin - Casinoowed
BalasHapusCoin casinos aren't scams because you're playing for 코인카지노 코드 real money or a special offer. You can use any cryptocurrency to play games at coin casino without losing your