Oleh: Alit Amarta Adi.
dimuat di majalah Konstitusi September 2012.
Kesan
pertama yang dapat ditangkap dari buku ini adalah terobosan baru. Terobosan
baru di bidang hukum tata negara yang disarikan dari praktik empirik
pelaksanaan demokrasi konstitusional di 21 negara. Desain sampul yang luks
dengan logo dan gambar gedung Mahkamah Konstitusi R.I, gambar 21 bendera negara
yang ditata dengan apik; ditambah fakta bahwa buku ini disusun oleh Tim dari
MKRI semakin menumbuhkan harapan bahwa buku ini membawa pemutakhiran teori
ketatanegaraan melalui penyari patian praktik-praktik di beberapa negara
menjadi suatu teori baru.
Pada
Bab Pendahuluan, digambarkan dengan sangat runtut tentang kaitan demokrasi,
nomokrasi, check and balances,
kepentingan publik dan tujuan negara kesejahteraan. Masing-masing dikupas
dengan rinci. Misalnya, tidak hanya dipaparkan mengenai sisi positif demokrasi
namun juga tentang kelemahan-kelemahannya. Kemudian juga soal kesenjangan
kaitan antara demokrasi dengan kesejahteraan umum. Pemaparan dalam Bab
Pendahuluan ini diikuti dengan referensi-referensi pendukung seperti pendapat
para pakar yang terangkum dalam kepustakaan. Singkatnya, keilmiahan tampak
semakin menguat dalam pembahasan Bab Pendahuluan ini.
Memasuki
Bab I tentang Mekanisme Saling Mengawasi dan Mengimbangi Antar Lembaga Negara (Checks and Balances) mulai terjadi
perubahan gaya penulisan. Di Bab ini tidak lagi ditemukan referensi pendapat
ahli untuk mendukung pernyataan yang dimuat. Selain itu, sub-bab Studi Kasus
ternyata tidak memuat pengalaman-pengalaman seperti halnya kasus Marbury v
Madison tetapi hanya mendeskripsikan kerangka umum tugas dan kewenangan lembaga
pengawal konstitusi di beberapa negara. Dalam studi kasus tersebut, Kolombia,
Timor Leste, Azerbaijan, Meksiko, Tajikistan, Malaysia dan Turki dipilih
sebagai contoh. Walaupun demikian, tidak dijelaskan alasan pemilihan
negara-negara tersebut. Lebih lanjut, kriteria-kriteria yang dipakai sebagai
pisau analisis untuk membandingkan negara-negara tersebut juga tidak jelas.
Bab
II memuat tentang Demokratisasi Proses Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Setelah pemaparan pengantar singkat tentang proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, pembahasan langsung menuju pada
praktik proses pembentukan perundang-undangan di beberapa negara. Pada bab ini,
Timor Leste, Indonesia, Lithuania, Filipina, Maroko, dan Thailand dipilih
sebagai bahan kajian. Seperti halnya pada Bab I, alasan pemilihan dan
kriteria-kriteria pembanding juga tidak jelas. Selain itu, terjadi kesenjangan pemaparan.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan Timor Leste, Indonesia,
Lithuania dan Thailand dijelaskan dengan cukup baik namun tidak demikian halnya
dengan Filipina dan Maroko yang hanya dijelaskan dengan masing-masing satu
paragraf.
Pada
Bab III tentang Peran Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenisnya dalam
Memperkuat Prinsip-Prinsip Demokrasi, masih ditemukan pendapat Huntington dan
Mahfud MD sebagai referensi pendukung. Namun timbul pertanyaan mengapa
referensi tersebut tidak tercantum pada daftar pustaka. Pada kutipan pendapat
Mahfud MD tertera tahun 2008 sedangkan dalam daftar pustaka dimuat referensi
tahun 2007. Dalam bab ini, diambil tiga belas negara sebagai bahan pembahasan,
yaitu Kazakhstan, Mongolia, Kolombia, Jerman, Indonesia, Korea, Lithuania,
Chili, Spanyol, Uzbekistan, Thailand, Austria dan Ukraina. Kembali alasan
pemilihan dan kriteria-kriteria pembanding tidak dijelaskan.
Di
Bab IV mengenai Negara Demokrasi Konstitusional: Praktik di Beberapa Negara,
ketidak konsistenan penulisan referensi terulang lagi. Pada awal bab dikutip
referensi Miriam Budihardjo dengan tahun 2008 sedangkan pada daftar pustaka
tercantum tahun 1998. Pada bab terakhir ini dipaparkan pengalaman dua puluh
satu negara dalam mengawal konstitusi dan demokrasi. Masih sama dengan bab-bab
sebelumnya, tidak dijelaskan alasan pemilihan dan kriteria-kriteria pembanding
yang digunakan.
Dilema
Disatu sisi, buku ini begitu menjanjikan baik dari kesan
pertama yang dipancarkan maupun pemaparan ilmiah yang ditampilkan dalam Bab
Pendahuluan. Disisi lain, begitu memasuki bab-bab selanjutnya timbul
kebingungan. Apakah buku ini dimaksudkan sebagai buku referensi ilmiah/
akademis atau sebagai buku layanan masyarakat yang lebih bersifat populer? Jika
dimaksudkan untuk tujuan pertama, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan. Pertama, bobot ilmiah yang demikian
mengagumkan pada Bab Pendahuluan tidak diikuti pada bab-bab selanjutnya. Kedua, selain fakta bahwa negara-negara
yang dibahas adalah peserta Seminar Internasional Negara Demokrasi
Konstitusional, tidak ada alasan lain dalam pemilihan negara-negara tersebut.
Selain itu, kriteria-kriteria pembanding yang seharusnya dipakai sebagai pisau
analisis tidak tampak. Hal tersebut terlihat dari kesenjangan pembahasan
diantara negara-negara yang dijadikan perbandingan. Suatu negara dijelaskan
panjang lebar namun negara lainnya dijelaskan secara singkat. Akibatnya, buku
ini lebih terlihat sebagai kompilasi dan bukannya perbandingan (komparasi). Ketiga, terjadi pengulangan-pengulangan
baik kalimat maupun paragraf. Misalnya, halaman 4 baris 18-22 diulang pada
halaman 5 baris 20-23; halaman 4 baris 24-26 sampai halaman 5 baris 5 diulang
pada halaman 7 baris 2-14. Demikian juga dengan muatan Bab 4 yang sebagian
besar adalah penulisan ulang yang sama persis dengan beberapa bagian Bab I dan
bab III. Keempat, kesalahan teknis
penulisan seperti yang dapat ditemukan pada halaman 2 baris 7 “mlakukan” dan hilangnya
titik diantara dua kalimat pada halaman 3 baris 24-25 terasa mengurangi
kenikmatan membaca buku ini. Kesalahan teknis tersebut juga terjadi di halaman
14, 27, 29, 35, 38, 42, 70, 78 dan 92. Tidak lupa pada halaman 56 baris 9 pada
frasa “Izinkanlah saya menjelaskan...” yang terkesan seperti narasi yang lolos
dari pengeditan. Patut disayangkan, buku ini terkesan seperti memindahkan isi
proseding seminar daripada sebuah hasil riset yang seksama.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada, buku
“Negara Demokrasi Konstitusional Praktik dan Pengalaman di 21 Negara” ini tidak
terlalu sulit untuk dipahami pembaca, baik penikmat buku ketatanegaraan tingkat
pemula, siswa sekolah, guru, mahasiswa tahun pertama ataupun masyarakat awam.
Setiap sub-bab disajikan secara lugas dan tidak bertele-tele. Dengan balutan
sampul yang luks dan desain yang apik tentunya buku ini dapat menjadi sarana
edukasi yang populer untuk mendukung penyebaran ide konstitusionalisme. Selain
itu, buku ini juga dapat menjadi sarana layanan masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang Mahkamah Konstitusi, jaminan perlindungan
hak-hak warga negara dan negara hukum. Akhirnya, dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, buku ini telah menjadi pengaya bagi khazanah kepustakaan
dibidang ketatanegaraan.
Judul
Buku : Negara
Demokrasi Konstitusional Praktik dan Pengalaman di 21
Negara.
Penanggung Jawab : Noor Sidharta.
Penerbit :
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Cetakan :
Pertama, April 2012.
Tebal :xxxv
+ 104 hlm; 15 x 21 cm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar